Chapter 6: -Kehidupan di Markas Lost-
Pagi di markas Lost dimulai dengan keheningan. Ezora terbangun perlahan dari tidurnya di sebuah kamar kecil yang disediakan untuknya dan Asharu. Ia memandang langit-langit yang terbuat dari logam dingin, lalu menarik napas panjang. Kenyataan tempat ini berbeda jauh dari kenyamanan rumahnya di Distrik Utara.
Asharu masih terlelap di tempat tidur di seberang ruangan. Wajahnya tampak damai, meskipun tubuhnya dibalut perban hasil perawatan Light. Ezora menoleh ke meja kecil di samping tempat tidurnya, tempat kalung berliontin ruby yang ditemukan Light kini tergantung rapi. Ia menggenggam liontin itu dengan hati-hati.
"Ibu..." gumamnya pelan. "Apa yang sebenarnya terjadi?"
Ezora melangkah keluar dari kamar setelah membersihkan diri. Markas Lost terlihat hidup, meskipun suasananya terasa tegang. Light berdiri di ruang utama, mengamati beberapa layar monitor besar yang menampilkan data-data penting tentang Distrik Utara.
"Pagi, Kak Light," sapa Ezora dengan suara lemah.
Light menoleh dan tersenyum tipis. "Pagi, Ezora. Tidurmu cukup?"
Ezora mengangguk pelan. "Aku masih merasa... aneh di sini. Seperti mimpi buruk yang tak berakhir."
Light menghela napas dan menepuk bahunya. "Kami semua merasakan hal yang sama. Tapi kau kuat, Ezora. Kau sudah melalui banyak hal. Jangan pernah menyerah."
Di dapur markas, Magi sedang sibuk memasak sarapan. Remaja dengan rambut acak-acakan itu terlihat sangat fokus.
"Hei, Ezora! Mau telur atau bubur?" tanya Magi tanpa menoleh.
"Telur saja, terima kasih," jawab Ezora sambil duduk di meja kecil. Aroma masakan Magi memenuhi ruangan, sedikit menghangatkan suasana dingin markas.
Tak lama kemudian, Asharu masuk ke dapur dengan rambut kusut. "Apa yang kalian buat? Aku lapar."
"Telur dan bubur," jawab Magi sambil menyodorkan piring ke arahnya. "Ambil sendiri. Aku bukan pelayanmu."
Asharu terkekeh dan mengambil piring. "Magi, kau benar-benar berbakat di dapur. Aku tidak menyangka hacker terbaik Lost juga pandai memasak."
"Aku punya banyak bakat tersembunyi," kata Magi sambil tersenyum bangga.
Ezora hanya tertawa kecil melihat interaksi mereka. Untuk sesaat, ia merasa seperti berada di rumah.
Setelah sarapan, Luna, seorang gadis berusia 13 tahun dengan rambut pirang panjang, mendatangi mereka. Wajahnya ceria meskipun suasana markas selalu penuh tekanan.
"Hei, kalian bertiga!" seru Luna. "Aku punya sesuatu untuk kalian."
Luna mengeluarkan beberapa gelang kecil yang terbuat dari benang warna-warni. "Ini adalah gelang persahabatan. Aku membuatnya sendiri. Anggap saja ini simbol bahwa kalian sekarang bagian dari keluarga Lost."
Ezora memandangi gelang itu dengan mata berkaca-kaca. "Keluarga..." gumamnya pelan.
"Ya," kata Luna dengan mantap. "Lost adalah keluarga kalian sekarang. Kami mungkin berbeda, tapi kita semua saling melindungi. Kamu tidak sendirian, Ezora."
Ezora tersenyum lemah. "Terima kasih, Kak Luna. Aku akan menjaganya baik-baik."
---
Di sore hari, Ezora dan Asharu duduk di ruang latihan. Suasana canggung menyelimuti mereka sampai akhirnya Asharu membuka suara.
"Ezora, aku ingin minta maaf," katanya tiba-tiba.
Ezora menoleh dengan kaget. "Minta maaf? Untuk apa?"
"Untuk semua ejekanku dulu," kata Asharu, menunduk. "Aku sering mengatakan hal-hal buruk tentangmu karena kau tidak punya ayah. Aku bodoh dan kejam, ya."
Ezora terdiam sejenak sebelum menjawab, "Asharu, aku tidak pernah membencimu. Tapi kenapa kamu melakukan itu?"
Asharu menghela napas. "Karena aku iri padamu orang tuaku selalu sibuk, tidak seperti ibumu. Sekarang setidaknya kau masih punya ayah, meskipun kau tidak tahu siapa dia. Aku... aku tidak punya siapa-siapa lagi."
Ezora merasakan luka di suara Asharu. Ia meraih tangannya dan berkata, "Sekarang kau punya aku, Light, Magi, dan semua orang di Lost. Kita keluarga."
Asharu tersenyum kecil. "Terima kasih, Ezora."
---
Malam tiba, dan Ezora duduk sendirian di balkon kecil markas. Ia memandang bintang-bintang di langit dengan perasaan campur aduk. Kerinduan akan ibunya begitu kuat.
"Ibu, apakah kau masih di luar sana?" bisiknya pelan. "Aku akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku janji."
Dari kejauhan, Light mendekatinya dengan langkah pelan. "Kau baik-baik saja, Ezora?" tanyanya lembut.
Ezora mengangguk, meskipun air mata menggenang di matanya. "Aku hanya rindu rumah. Rindu Ibu. Aku tidak tahu harus bagaimana sekarang."
Light duduk di sampingnya. "Aku tidak akan bilang bahwa semuanya akan baik-baik saja, karena aku sendiri tidak tahu. Tapi yang pasti, kau tidak sendirian. Kami ada di sini untukmu."
Ezora menatap Light dengan penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Kak. Aku akan mencoba menjadi lebih kuat."
Light tersenyum. "Kau sudah kuat, Ezora. Kau hanya perlu menyadarinya."
Hari itu, Ezora menyadari bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Namun, ia merasa sedikit lebih kuat dengan dukungan keluarga barunya di Lost. Ia bertekad untuk melangkah maju, apapun yang akan terjadi.