Chapter 4: -Jalan Menuju Bebas-
Kabut ungu yang menyelimuti area itu mulai mereda setelah pertempuran sengit antara Light dan makhluk itu. Tubuh gurita raksasa dengan tentakel hitam menghitam tergeletak tak bernyawa, melepaskan bau anyir yang menusuk hidung. Light berdiri di atas reruntuhan, napasnya terengah-engah, dengan luka memar di beberapa bagian tubuhnya.
"Sial, makhluk ini sangat kuat," gumam Light sambil menyeka keringat dari dahinya. Darah segar menetes dari luka di lengannya, tetapi ia tidak memedulikannya. Yang lebih penting adalah memastikan Ezora dan Asharu aman.
Light berjalan kembali ke titik koordinat yang telah ditentukan di mana ada Ezora dan Asharu yang menunggunya. Ketika ia tiba, Ezora langsung berlari menghampirinya, wajahnya menunjukkan kekhawatiran.
"Kak Light! Apa kau baik-baik saja?" seru Ezora, memegang lengan Light yang terluka.
Light tersenyum tipis, mencoba menenangkan gadis kecil itu. "Aku baik-baik saja, Ezora. Ini hanya goresan kecil. Bagaimana dengan kalian? Tidak ada yang mengejar, kan?"
Asharu, yang duduk bersandar pada dinding reruntuhan, menjawab dengan suara lemah, "Kami aman. Terima kasih untuk itu."
"Bagus," kata Light sambil memandang keduanya. Ia segera merogoh ranselnya, mengambil perban, dan mulai membalut lukanya sendiri. "Kita tidak punya banyak waktu. Magi sedang menunggu sinyal kita untuk membobol dinding laser. Aku akan memastikan kita bisa keluar dari sini secepat mungkin."
Dengan cepat, Light mengeluarkan laptopnya dan membuka komunikasi dengan Magi. Suara Magi terdengar dari perangkat itu, penuh percaya diri seperti biasa.
"Light? Syukurlah, dari posisimu tadi kupikir kau sudah jadi camilan makhluk," canda Magi.
"Aku masih di sini, Magi. Tapi waktunya tidak banyak. Bagaimana progresmu?"
"Santai, aku sudah hampir selesai. Dinding laser ini memang dirancang untuk tidak bisa ditembus, tapi kau tahu aku kan? Tidak ada sistem yang bisa menghalangi kecerdasanku," jawab Magi sambil tertawa kecil.
Light menghela napas lega. "Baiklah. Aku mengandalkanmu. Berikan aku jalur keluar, dan aku akan membawa anak-anak ini."
"Jalur keluar akan aktif dalam dua menit."
"Magi. Terima kasih."
Komunikasi terputus. Light menutup laptopnya dan menatap Ezora dan Asharu. "Dengar, kita punya waktu dua menit untuk keluar dari sini setelah sistem berhasil diretas."
Ezora mengangguk, sementara Asharu mencoba bangkit meski tubuhnya masih lemah. Light membantunya berdiri. "Pegang tanganku. Aku akan membantumu berjalan."
Mereka bergerak dengan cepat di antara reruntuhan. Kabut ungu di sekitar mereka semakin tebal, membuat jarak pandang terbatas. Suara samar langkah kaki mereka menjadi satu-satunya tanda kehidupan di tempat yang sunyi mencekam itu.
Light segera mengeluarkan alat kecil dari ranselnya. Ia menekan tombol pada alat itu, dan tiba-tiba sebuah lubang kecil terbuka pada dinding laser yang sebelumnya tampak tak tertembus. Cahaya biru terang dari dinding itu memberikan jalan keluar yang sempit namun cukup untuk mereka lalui.
"Keren," kata Ezora dengan mata membelalak kagum.
Light tersenyum kecil. "Itulah keajaiban teknologi dan kecerdasan Magi. Ayo, kita harus keluar sebelum sistem ini menutup kembali."
Satu per satu, mereka melewati lubang tersebut. Saat mereka berhasil keluar, udara segar di luar dinding laser menyambut mereka. Ezora menghirup dalam-dalam, merasa sedikit lega meskipun perjalanan mereka masih jauh dari selesai.