EZORA -Myosotis Forever-

Chapter 1: -Bayangan Masa Lalu dan Rahasia di Baliknya-



Kyria, sebuah negara adidaya yang menjadi pusat peradaban manusia di masa depan, terbentang luas dengan lima distrik utama yang mengatur kehidupan sehari-hari. Distrik Pusat adalah pusat pemerintahan dan teknologi mutakhir, tempat di mana keputusan-keputusan besar negara diambil. Distrik Selatan dikenal sebagai jantungnya keamanan dan kemiliteran, bersedia menjaga keamanan untuk seluruh Kyria. Distrik Timur adalah pusat kemajuannya tekologi kesehatan, terkenal dengan rumah sakit - rumah sakit internasionalnya. Distrik Barat adalah tempat ternologi dan kemajuan yang menyokong negeri berkembang pesat. Sementara itu, Distrik Utara, meski sering dianggap terpencil, adalah rumah bagi banyak ilmuwan dan peneliti, yang bekerja tanpa lelah untuk menggali artefak dan misteri dari dunia lama.

Di tengah negeri yang damai namun penuh ketegangan itu, sejarah panjang tentang hubungan manusia dan iblis tetap menjadi topik yang penuh teka-teki. Ribuan tahun lalu, legenda menceritakan tentang kedatangan iblis ke dunia, menguasai segalanya, dan menjadikan manusia sebagai budak selama seribu tahun. Kehidupan manusia dipenuhi kegelapan, penderitaan, dan keputusasaan, hingga suatu hari, kekuatan misterius mulai bangkit dalam diri mereka. Seolah-olah dunia memberikan harapan, setiap manusia mulai menyadari kekuatan unik yang muncul dari dalam diri mereka. Dengan kekuatan itu, mereka melawan dan mereka menyebut kekuatan itu dengan- Bakat.

Setelah perang panjang yang memakan korban jiwa yang tak terhitung, manusia berhasil mengusir iblis. Namun, kemenangan itu tidak abadi. Belasan tahun kemudian, iblis kembali, membawa ancaman baru. Namun, kali ini, sang Raja Iblis datang dengan tujuan berbeda: perdamaian. Perjanjian itu membawa ketenangan, meski tetap menyisakan kecurigaan di hati manusia.

---

Di Distrik Utara, di sebuah rumah kecil sederhana yang terbuat dari logam dan kaca, seorang gadis kecil berusia sembilan tahun bernama Ezora duduk di meja makan. Dengan rambut hitam sebahu dan mata merah cerah, Ezora adalah anak yang penuh rasa ingin tahu, meski malam itu wajahnya terlihat murung.

"Ibu," panggil Ezora perlahan, memecah keheningan.

Erraniel, ibunya, duduk di seberang meja sambil memeriksa tablet holografiknya. Sebagai seorang peneliti artefak kuno, Erraniel sering larut dalam pekerjaannya hingga larut malam. Namun, kali ini, dia segera menoleh ke arah putrinya, memperhatikan nada serius dalam suara Ezora.

"Ada apa, sayang?" tanya Erraniel, meletakkan tablet itu ke samping.

Ezora menggigit bibirnya, ragu sejenak sebelum bertanya, "Kenapa ayah tidak ada disini? Apa aku tidak memilikinya."

Pertanyaan itu membuat Erraniel terdiam. Senyum tipis di wajahnya perlahan memudar. Dia tahu hari ini akan tiba, tapi tetap saja, dia belum sepenuhnya siap.

"Siapa bilang kamu tidak punya ayah?" jawab Erraniel, mencoba tetap tenang.

"Asharu yang bilang," Ezora menjawab cepat. Suaranya terdengar penuh emosi. "Dia bilang aku anak aneh karena tidak memiliki ayah. Saat aku bilang aku punya ayah, dia bilang aku pembohong karena sosok ayah nggak pernah ada disini!"

Erraniel menarik napas dalam, lalu berdiri dari kursinya dan berlutut di depan Ezora. Dia meraih tangan kecil putrinya, menatap langsung ke matanya.

"Dengar, Ezora. Kamu punya ayah. Dia ada di luar sana, tapi dia tidak bisa bersama kita sekarang. Itu bukan karena dia nggak peduli sama kamu, tapi karena dia punya tugas yang sangat penting."

"Kenapa dia tidak pernah datang? Apa aku salah? Apa dia tidak menyayangiku?" Ezora bertanya, suaranya mulai bergetar.

Erraniel mengusap pipi putrinya dengan lembut. "Bukan begitu, sayang. Ayahmu sangat menyayangimu, lebih dari yang bisa kamu bayangkan. Tapi dunia ini rumit. Ada hal- hal yang belum bisa kamu pahami sekarang. Ibu janji, suatu hari nanti, kamu akan bertemu dengannya."

"Kapan?" Ezora mendesak.

Erraniel tersenyum kecil. "Segera. Kamu hanya perlu bersabar."

Ezora terdiam sejenak, lalu akhirnya mengangguk. "Janji?"

"Janji," kata Erraniel sambil mengecup kening Ezora. "Sekarang, sudah malam. Kamu harus tidur."

---

Malam itu, setelah memastikan Ezora tertidur, Erraniel berjalan ke ruang kerjanya. Dia mengambil sebuah ponsel kecil berbentuk cincin dari sakunya. Menyentuh permukaannya, layar holografik muncul di udara. Dengan jari yang gemetar, dia mengetik nomor yang sudah dihafalnya.

Telepon berdering beberapa kali sebelum akhirnya terhubung. Wajah seorang pria muncul di layar. Matanya tajam, dan wajahnya penuh garis tegas yang memancarkan kekuatan.

"Erraniel," katanya, suaranya berat namun lembut.

"Maaf mengganggu kesibukanmu, tapi kita perlu bicara," Erraniel memulai, suaranya tegas. "Tentang Ezora."

Pria itu terdiam sesaat sebelum bertanya, "Apa yang terjadi?"

"Dia mulai bertanya," jawab Erraniel. "Dia ingin tahu tentang ayahnya. Aku tidak bisa terus-menerus menghindar."

Pria itu menghela napas panjang. "Erraniel, kamu tahu ini berbahaya. Dunia ini belum siap untuk tahu siapa dia."

"Tapi dia berhak tahu," Erraniel menegaskan. "Setidaknya, biarkan dia bertemu denganmu sekali saja. Setelah itu, aku janji, aku tidak akan memaksamu lagi."

Pria itu terdiam lama sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah. Akhir pekan ini. Tapi kita harus sangat hati-hati. Jika identitasnya terbongkar…"

"Aku tahu risikonya," potong Erraniel. "Aku akan memastikan semuanya aman."

---

Keesokan paginya, saat sarapan, Erraniel memberi tahu Ezora kabar baik itu.

"Ezora, kamu akan bertemu ayahmu akhir pekan ini," katanya.

Mata Ezora melebar. "Serius, Bu? Aku benar-benar akan bertemu Ayah?"

Erraniel mengangguk. "Tapi kamu harus janji untuk tidak memberitahu siapa pun. Ini rahasia besar."

Ezora tersenyum lebar. "Aku janji!"

---

Namun, saat di sekolah, Ezora tidak bisa menahan rasa senangnya. Dia menceritakan kabar itu kepada Asharu di taman bermain.

"Aku akan bertemu dengan ayahku akhir pekan ini!" katanya penuh semangat.

Asharu memandangnya skeptis. "Buktinya mana? Kamu selalu bilang begitu, tapi nggak pernah ada yang bisa kamu tunjukkin."

"Kali ini, itu akan benar-benar terjadi!" Ezora bersikeras.

Asharu melipat tangan di dada. "Kalau benar, berfotolah dengannya dan tunjukkan fotonya nanti."

Ezora berpikir sejenak, lalu akhirnya mengangguk. "Oke. Aku akan tunjukkan fotonya!"

---

Saat akhir pekan tiba, Ezora bersiap dengan pakaian terbaiknya. Di luar rumah, Erraniel berbicara dengan pria itu di bawah sinar bulan. Ezora hanya bisa melihat bayangan sosok pria itu dari balik jendela.

"Ibu, apa akuboleh keluar sekarang?" panggil Ezora.

Erraniel menoleh ke arah putrinya. Ada keraguan di matanya, seolah-olah dia sedang menimbang sesuatu.

Ezora berdiri di ambang pintu, penuh harap. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar pria itu berkata, "Apakah kamu yakin dia siap?"

Kata-kata itu menggantung di udara, membuat Ezora penasaran sekaligus cemas.

Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa pria itu?

Pertemuan ini hanya awal dari rahasia besar yang akan mengubah kehidupan Ezora selamanya.

Namun, belum sempat pertemuan itu terjadi sepenuhnya, sirine bahaya tiba-tiba berbunyi nyaring, memecah keheningan malam. Suaranya menggema di seluruh Distrik Utara, membawa ketegangan yang semakin terasa.

Ezora, yang berdiri di ambang pintu, membeku. Matanya melebar, bingung dengan apa yang sedang terjadi. Erraniel segera berdiri di depan putrinya, melindunginya dengan sikap siaga.

"Ada apa ini?" tanya Erraniel kepada pria di depannya.

Pria itu mengerutkan kening, menoleh ke arah suara sirine dengan ekspresi waspada. "Kita tidak punya waktu. Erraniel, bawa Ezora pergi ke tempat yang aman sekarang juga!"

"Tapi—"

"Tidak ada tapi!" Pria itu memotong tegas. "Aku akan mengalihkan perhatian mereka. Jangan biarkan dia keluar rumah untuk saat ini. Dia terlalu berharga untuk terlibat dalam bahaya ini."

Ezora hanya bisa menatap dengan bingung dan sedikit panik saat pria itu melangkah menjauh ke dalam kegelapan. Tanpa menjelaskan apa pun, sosok itu menghilang begitu saja, meninggalkan pertemuan yang terasa semakin penuh misteri.

Erraniel menggenggam tangan Ezora erat. "Kita harus masuk ke dalam, sayang. Sekarang."

Ezora mengikuti langkah ibunya dengan hati yang penuh tanda tanya, sementara sirine terus meraung di luar, membawa ketakutan akan bahaya yang belum mereka pahami.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.