Dunia Masa Depan

Chapter 8: Chapter 8: Pencuri Misterius



Setelah menghadiri pesta pernikahan, Mori pulang dengan mobil listriknya. Di tengah perjalanan, matanya menangkap sesuatu yang tak biasa—sosok tubuh melayang di udara tepat di atas mobilnya.

"Apa itu?" gumam Mori, kebingungan.

Tiba-tiba, suara sirene polisi memecah keheningan malam. Sebuah pesawat polisi terlihat melesat, mengejar sosok misterius tersebut. Sosok itu bergerak dengan lincah, melompati gedung ke gedung tanpa kesulitan.

Bang! Bang! Bang!

Suara tembakan menggema di udara. Peluru polisi berhasil mengenai kepala sosok misterius itu, namun hal yang tak terduga terjadi—tubuhnya berubah menjadi serpihan kertas yang terbang tertiup angin, lalu menghilang.

Namun, tidak lama kemudian, sosok itu muncul kembali di atas sebuah menara jam. Ia berdiri dengan penuh wibawa. Topi bundar tinggi menutupi sebagian wajahnya, kacamata berlensa menghiasi mata kanannya, dan jubah hitamnya berkibar anggun tertiup angin malam.

Orang-orang di bawah menara memperhatikannya dengan penuh takjub, termasuk Mori. Sosok misterius itu kemudian melompat dan melayang menggunakan jubahnya, melewati kerumunan polisi yang mengejarnya. Dalam sekejap, ia menghilang tanpa jejak.

---

Di sebuah planet yang menyerupai Bumi, Roby dan rekan-rekannya tampak takjub memandang sebuah bola bercahaya biru, seperti kristal, yang tersimpan dalam sebuah peti.

"Baiklah, semuanya! Bersiaplah, kita akan pulang ke Bumi. Akhirnya kita mendapatkan harta karun ini!" seru Wolf, pemimpin kelompok itu.

Roby dan para pemburu harta karun lainnya segera berbaris rapi dan menjawab serempak, "Baik, Kapten!"

Beberapa waktu kemudian, mereka tiba di markas besar para pemburu harta karun. Di dalam sebuah ruangan, Wolf duduk santai di kursi malas. Di depannya, seorang pria paruh baya dengan seragam militer hitam putih sedang berbicara dengannya.

"Akhirnya kita mendapatkan bola itu. Sekarang kita bisa mengirimnya ke museum untuk dipajang," ucap pria itu.

"Ya, kau benar," jawab Wolf singkat.

---

Kembali ke Kota Cakrawala city, layar besar di tengah kota tiba-tiba menyala, menampilkan seorang wanita yang berbicara dengan nada serius.

"Pemberitahuan kepada seluruh warga Kota Cakrawala: jika kalian melihat orang ini, segera laporkan kepada polisi. Jika berhasil menangkapnya, kalian akan mendapatkan hadiah sebesar 5 ribu. Chronos! ujar wanita itu, sambil menunjuk sebuah potret.

Dalam potret itu terlihat pria misterius dengan topi bundar tinggi, kacamata berlensa di mata kanannya, dan jubah hitam.

Mori yang sedang menyaksikan pengumuman itu terkejut. "Lima ribu? Jika aku bisa menangkap orang itu, aku akan jadi kaya. Tapi... tidak-tidak, aku harus fokus mencari jalan pulang," gumamnya sambil berpikir keras.

---

Keesokan harinya, di museum besar Kota Cakrawala city, orang-orang berkerumun untuk melihat bola bercahaya biru yang baru saja dipajang. Bola itu, harta karun yang dibawa oleh Roby dan timnya, bersinar indah di dalam kotak kaca.

Tiba-tiba, swoosh! Sebuah kartu melesat dan menghantam kotak kaca itu. Orang-orang tersentak kaget. Di kartu itu tergambar pria dengan topi bundar tinggi, kacamata berlensa di mata kanan, dan senyum misterius.

Semua mata tertuju ke atas. Di sana, sosok pria misterius itu berdiri di tepi balkon museum. Jubah hitamnya berkibar anggun tertiup angin.

"Semuanya, pertunjukan akan dimulai!" teriaknya lantang, penuh percaya diri.

Lampu tiba-tiba padam, meninggalkan ruangan dalam kegelapan pekat.

"Pa!" Suara jentikan tangan bergema, diikuti oleh hembusan angin yang tiba-tiba berembus. Setelah beberapa saat, lampu menyala kembali.

Namun, bola bercahaya biru yang sebelumnya berada di dalam kotak kaca telah lenyap.

Di atas, berdiri seorang pria misterius dengan senyum lebar. Bola bercahaya itu kini ada di tangan kanannya, bersinar terang hingga menerangi setengah wajahnya yang tampan. Jubahnya berkibar perlahan, seolah mengikuti ritme angin.

Dia mengangkat tangan kirinya dan kembali menjentikkan jari. "Pa!"

Sekejap, cahaya menyerupai bintang-bintang tak terhitung jumlahnya jatuh dari langit, menciptakan pemandangan yang memukau.

Orang-orang terkejut dan takjub, tetapi suasana segera berubah.

"Tangkap dia! Jangan biarkan dia kabur!" teriak Wolf, pemimpin para penjaga, dengan suara berat.

Roby dan yang lainnya segera mengejar pria itu, menggunakan alat berbentuk tas besi yang mengeluarkan asap dan api, seperti roket kecil.

Kejar-kejaran di Langit

Pria itu melesat dengan kecepatan luar biasa, mengitari bangunan-bangunan tinggi, membuat para pengejarnya kewalahan. Roby, yang berusaha keras mengejar, menekan tombol di pinggangnya untuk meningkatkan kecepatan.

"Swosss!"

Dia melesat mendekat hingga jaraknya hanya dua atau tiga meter di belakang pria itu. Roby segera mengeluarkan pistol dari sarung di pinggangnya dan menembak.

"Bang! Bang! Bang!"

Pria itu dengan gesit menghindari peluru, tidak satu pun yang mengenainya.

"Bentuk formasi! Serang dari berbagai arah!" perintah Wolf.

Roby dan kelompoknya segera membentuk formasi. Mereka mengepung pria itu dari atas dan kedua sisi, memastikan tak ada celah untuk melarikan diri.

"Tembak!" Wolf memberi aba-aba.

"Bang! Bang! Bang!" Peluru melesat dari berbagai arah. Pria itu tampak terkepung, hingga akhirnya terjatuh ke tanah.

Namun, saat Roby dan yang lainnya mendekat, mereka terkejut.

"Ini hanya robot?" gumam Roby dengan wajah bingung.

Yang lainnya juga menunjukkan ekspresi serupa. Namun, tawa keras tiba-tiba terdengar.

"Hahaha!" Wolf, pemimpin mereka, tertawa terbahak-bahak. Dia mengangkat tangannya, lalu merobek "kulit wajahnya" yang ternyata hanya sebuah topeng. Di baliknya, terlihat seorang pria muda berambut hitam panjang dengan lensa aneh di mata kanannya.

"Jadi itu kau?! Lalu bagaimana dengan ketua?" tanya Roby, wajahnya serius.

"Hahaha! Cari saja sendiri!" jawab pria itu sambil tertawa.

Dia menekan tombol di pinggangnya, mengeluarkan tali yang menempel pada pohon tinggi di dekatnya. Dengan cepat, tubuhnya terangkat ke atas.

"Ayo tangkap dia!" teriak Roby dengan amarah yang membara.

Pria itu hanya tersenyum tipis. "Tangkap aku kalau kalian bisa!" ejeknya.

"Bang! Bang! Bang!" Peluru kembali melesat, tetapi dia dengan lincah menghindarinya. Kemudian, pria itu merentangkan tangannya, melebarkan jubahnya, dan terbang dengan cepat, menghilang dari pandangan.

Mori dan Harapan untuk Pulang

Di sebuah gedung tinggi dengan taman di sampingnya, Mori sedang berkutat dengan alat ciptaannya. Ia berharap alat itu dapat membawanya pulang ke dunianya.

Namun, berkali-kali mencoba, hasilnya selalu gagal. Dengan wajah penuh tekad, dia terus berusaha. Saat menyambungkan kabel terakhir, tiba-tiba...

"Bang!"

Alat itu meledak. Wajah Mori menjadi hitam karena ledakan kecil itu.

"CK! Susah sekali ternyata," gumamnya sambil menggaruk kepala. "Bagaimana caranya agar aku bisa pulang?"

Di tengah frustrasinya, harapan masih menyala. Mori tahu, ia tak boleh menyerah.

Next chapter will be updated first on this website. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.