Chapter 1: Chapter 1: Dunia Masa Depan
"Tit tit tit..." Suara alarm berbunyi nyaring, membangunkan Johan dari tidurnya. Dengan perlahan, dia membuka mata, namun langsung terkejut melihat suasana kamar yang asing baginya. Ia bergumam pelan, "Dimana ini?"
Johan bangkit dari tempat tidur, lalu berjalan menuju cermin besar berlapis emas di sampingnya. Saat ia melihat pantulan di cermin, matanya membelalak. Wajah yang ia lihat bukanlah dirinya. Di sana tampak seorang pria berambut pirang, bermata biru, dengan tubuh atletis yang tampak berusia sekitar 20-an.
Rasa sakit kepala mendadak menyerangnya, membuatnya meringis. Dalam sekejap, serangkaian ingatan yang bukan miliknya menyeruak masuk ke benaknya. Itu adalah ingatan seseorang bernama Mori.
Seketika, kenangan terakhir yang ia ingat muncul di pikirannya: ia sedang berjalan-jalan dan tertabrak sebuah mobil yang melaju kencang. Setelah itu, semuanya gelap. Dan kini, ia terbangun di tempat ini, di tubuh orang lain. "Apakah aku... transmigrasi? Atau bereinkarnasi? Seperti di novel dan anime yang sering kubaca?" gumamnya pelan.
Belum sempat ia mencerna situasi aneh itu, pintu kamar tiba-tiba terbuka.
"Hei, kemana aja lu? Gw telepon nggak diangkat," ujar seorang pria yang baru saja masuk.
Mori mengenali pria itu dari ingatan barunya. Namanya Roby, sahabat Mori. Roby memiliki rambut hitam pendek, mata merah tua, dan tubuh tinggi. Ia mengenakan sweater hitam dan celana panjang serasi.
Mori, yang kini menyadari perannya, menjawab, "Lagi malas keluar, gw."
Roby menghela napas. "Dasar pemalas. Sekali-sekali jalan-jalan, jangan di rumah terus."
"Ya, ya, trus kita mau kemana?" tanya Mori sambil berpikir keras.
"Udah, ikut aja," balas Roby santai.
"Kalau gitu, gw ganti pakaian dulu."
"Jangan lama-lama."
Roby keluar menuju ruang tamu, sementara Mori berganti pakaian. Saat duduk di tepi ranjang, ia kembali merenung. "Bagaimana aku bisa sampai di dunia ini? Apakah aku benar-benar di masa depan?"
Setelah selesai, Mori keluar mengenakan sweater merah dan celana hitam. Mereka kemudian berangkat dengan mobil bertenaga listrik.
---
Di perjalanan, Johan mengamati pemandangan kota melalui jendela mobil. Gedung-gedung tinggi dengan desain futuristik berdiri megah, sementara robot-robot menggantikan manusia dalam berbagai pekerjaan. Meski pemandangan itu seharusnya mengejutkan, Mori tetap tenang karena ingatan Mori asli telah tertanam di kepalanya.
"Tahun 3020? Jadi ini dunia masa depan," pikirnya.
Mobil mereka berhenti di depan sebuah gedung empat lantai. Roby turun lebih dulu, diikuti oleh Johan. "Ayo masuk. Kita main game," ajak Roby.
Johan hanya mengangguk, mengikuti langkah Roby masuk ke dalam gedung. Di dalam, suasana terasa hidup. Orang-orang tampak sibuk bermain game, minum-minum, atau bercengkerama.
"Kita mau main apa?" tanya Johan.
"Seperti biasa," jawab Roby santai.
Mereka memasuki sebuah ruangan, lalu Roby memanggil seorang petugas. "Pak, kami mau main game seperti biasa."
Petugas itu mengangguk, dan Roby menyerahkan sejumlah uang kepadanya.
Saat menunggu, Johan memperhatikan sekitar. Di sudut ruangan, seorang pria duduk sendirian. Matanya tajam, mengamati semua orang dengan sikap tenang namun mengintimidasi. Ada sesuatu yang misterius dari pria itu.
"Siapa dia?" tanya Johan, menunjuk pria tersebut.
Roby melirik ke arah yang dimaksud. "Oh, itu Louis. Dia jarang bicara, tapi katanya dia salah satu pemain terbaik di sini. Kabarnya, dia punya kemampuan aneh. Bisa membaca pikiran orang hanya dari cara mereka bermain."
Johan menelan ludah, merasa gugup. "Kenapa kita nggak coba tantang dia?"
Roby tertawa kecil. "Percaya diri banget. Tapi ya, kenapa nggak?"
Mereka mendekati Louis yang masih sibuk memperhatikan permainan di depannya. Roby menyapanya dengan santai, "Hei, Louis. Mau main bareng kami?"
Louis menatap mereka sekilas, lalu mengangguk tanpa bicara. Mereka duduk dan permainan pun dimulai.
Namun, di tengah permainan, Louis tiba-tiba berbicara dengan suara rendah, hampir seperti bisikan. "Aku tahu apa yang kalian pikirkan. Kalian bukan cuma ingin bermain, kan?"
Johan dan Roby terdiam, merasa seperti tertangkap basah. "Maksudmu apa?" tanya Mori gugup.
Louis tersenyum samar. "Kalian mencari jawaban atas sesuatu... sesuatu yang hanya bisa kalian temukan di tempat ini."
Johan tertegun, penasaran sekaligus bingung. "Apa yang kamu tahu?"
Louis menatapnya tajam. "Lebih banyak dari yang kau bayangkan. Tapi jawaban itu harus kau temukan sendiri."