Chapter 16: Dua Hati, Satu Lagu : Mengatasi Cemburu dan Kesalahpahaman
Di Depan Asrama Putra..
"Kira-kira Rivan mau kemana ya?" tanya Kamil dalam hati.
"Aduh Kamil, anjeun teh kumaha, tingali-tingali atuh lamun jalan." keluh pak ustaz Galih yang bertabrakan dengan Kamil.
"Hapunten yah, Kamil henteu ngahaja, hapunten nya yah." kata Kamil yang meminta maaf pada ayahnya.
"Muhun mil, oh nya aa manten?" tanya pak ustaz Galih.
"Aya yah.." jawab Kamil.
"Timanten?"
"Eta di kamar yah."
"Oke, em anjeun hayang kamana?"
"Hayang ka ditu ayah, sakeudeung."
"Oh nya atos." kata pak ustaz Galih.
Kamil pun meninggalkan pak ustaz Galih dan Kamil juga masih mengikuti Rivan yang berjalan menuju ke asrama santri putri, ternyata Rivan pergi diam-diam ingin menemui Titah, Kamil cemburu melihat Rivan yang diam-diam menemui Titah.
Asrama Putri
"Haa, ini kan asrama santri putri, Rivan ngapain di sini?" Kamil bertanya-tanya.
"Mudah-mudahan Titah enten neng jero kamar, bismillah." kata Rivan mengendap-mengendap masuk ke asrama putri.
"Nggih pokoke ngono wae, em Rivan, assalamu'alaikum van." Aisyah memberikan salam pada Rivan.
"Koyo suara ne mbak Aisyah, wa'alaikumussalam mbak, bener ta mbak Aisyah." kata Rivan yang menjawab salam dari Aisyah.
"Van.."
"Inggih mbak, hehe.." jawab Rivan sambil tertawa.
"Enten menapa ugi arep menapa panjenengan teng mriki?" tanya Aisyah.
"Kula kersa pethuk kaliyan Titah, mbak, sanguh tolong ing panggilkan mboten mbak?" tanya Rivan.
"Oh nggih sanguh tengga sekedhap nggih tak panggilkan riyen tah.." jawab Aisyah yang masuk ke dalam ke kamar.
"Alhamdulillah huh.." kata Rivan yang menghela nafas.
"Ih Rivan ngapain sih di kamar Titah?" tanya Kamil lagi dengan kesal dan cemburu.
"Inggih mbak, enten menapa ta?" tanya Titah.
"Ing pados Rivan, sakmenika piyambakipun enten ing ngajeng kamar?" jawab Aisyah lagi.
"Oh inggih." seru Titah.
"Duh Titah kok lama ya" kata Rivan yang menunggu Titah keluar dari Kamar.
"Assalamu'alaikum mas." Titah memberikan salam pada Rivan.
"Wa'alaikumussalam, niki piyambakipun bocahe." kata Rivan yang menunggu Titah.
"Enten menapa mas?" tanya Titah.
"Kula betah bantuan panjenengan tah." jawab Rivan.
"Bantuan kula, bantuan menapa nggih mas?"
"Ih, Titah ngapain da sami Rivan di ditu berduaan hmm, loh kok Rivan jeung Titah mios, mios kamana, milu wae deh.." kata Kamil yang masih marah dan cemburu.
Di Taman Pesantren Darussalam..
"Mas niki kan taman, panggen dimana kula uga Kamil berduaan uga panggen dimana Kamil remen menyanyikan sekar konjuk kula ngapain kita dhateng mriki?" tanya Titah.
"Kita ing mriki konjuk ngomongin soal, panjenengan mangertos santri putri ingkang enggal mlebet dhateng pesantren niki ta?" tanya Rivan juga.
"Inggih mas, terus?"
"Nggih panjenengan bantuin kula konjuk berkenalan kaliyan piyambakipun." jawab Rivan.
"Sanguh, nanging menawi tak ningal-ningal mas Rivan saweg dhawah tresna leres nggih?" tanya Titah lagi sambil meledek Rivan.
"Hehe.." Rivan hanya tertawa.
"Em oke, Titah mau bantu mas." kata Titah yang bersedia membantu Rivan.
"Leres?"
"Leres mas.."
"Alhamdulillah, maturnuwun tah." kata Rivan kesenangan saat mendengar Titah bersedia untuk membantunya.
"Inggih mas, sampun rampung ta?"
"Eh sik, sik, sik, tengga disik sekedhap tah.."
"Enten iseh nggih mas?"
"Enten, kula kan enten rencana konjuk nyatakan perasaan kula padanya, kula sambet panjenengan konjuk pura-pura dados Rania nggih."
"Haa, kok kula punapa mas Rivan mboten ngomong lajeng kamawon sami Rania." kata Titah.
"Grogi tah.." sambung Rivan yang memohon pada Titah, sambil memegang tangan Titah.
"Ih kok Rivan sekarang memegang tangannya Titah, hmm Rivan.." Kamil masih dalam keadaan marah dan cemburu.
"Waduh buayanya datang.." kata Rivan yang melihat Kamil datang.
"Mil.."
"Sebentar sayang, van saya mau tanya sama kamu, kamu tahu kan dia ini siapa?" tanya Kamil.
"Tahu mil" jawab Rivan.
"Siapa?"
"Penguasa hatimu dan pawang mu mil.."
"Nah itu tahu, emangnya kamu gak bisa cari pawang yang lain apa, dia itu penguasa hatiku, kesayangan ku, hidup dan matiku janganlah kamu merebutnya dariku, hidupku tanpanya hampa dan aku tanpanya juga bagai mati lampu, gelap gulita, hem.." kata Kamil yang marah pada Rivan.
"Mil bukan gitu, Titah.." sambung Titah yang mencoba menjelaskannya pada Kamil.
"Sebentar ya sayang.." kata Kamil lagi yang berbicara halus pada Titah.
"Sekali lagi saya peringatkan kamu ya Rivan jangan ganggu pawang ku." kata Kamil yang masih marah dan cemburu pada Rivan.
"Mil saya bisa.." sambung Rivan yang ingin menjelaskannya pada Kamil.
"Hmm, yuk Titah ku sayang ikut saya." kata Kamil yang mengandung tangan Titah.
"Kemana?" tanya Titah.
"Ke sini, kamu sama Rivan ada apa sih sebenarnya?" tanya Kamil juga.
"Ya sudah, sekarang aku duduk dan begitu juga dengan kamu, saya tidak ada hubungan apa-apa dengan mas Rivan, mas Rivan menemui saya karena membutuhkan bantuan saya, mas Rivan itu suka dengan santri putri baru yang bernama Rania, mil.." jawab Titah menjelaskannya pada Kamil.
"Oh, tapi benarkan kamu tidak ada hubungan apa-apa dengan Rivan?"
"Iya mil.."
"Kalau begitu biarkan aku menyanyikan lagu untukmu." kata Kamil yang akan menyanyikan satu buah lagu untuk Titah.
"Iya boleh, tapi jangan yang.." kata Titah yang terpotong perkataannya oleh Kamil.
"Oke, musik.." sambung Kamil yang memotong perkataan Titah.
Asrama Putra
"Pokoknya gitu saja ya tra, loh itu suara apa?" tanya pak ustaz Galih.
"Eta suara Kamil, yah.." jawab Fitra.
Di Taman Pesantren Darussalam Lagi..
"Suara Kamil nyanyi, enak juga lagunya, goyang ah.." kata Rivan.
Asrama Putra
"Tra, bagus juga ya suaranya." kata pak ustaz Galih.
"Iya yah, goyang yuk." ajak Fitra.
"Yuk.." sambung pak ustaz Galih.
Di Taman Pesantren Darussalam Lagi..
Seperti mati lampu - Nassar / Kamil.
"Janganlah kau tanyakan besarnya cintaku
Ku persembahkan untukmu, hanya kepadamu
Oh dan janganlah kau ragukan luasnya cintaku
Yang putih tulus untukmu, hanya kepadamu
Luasnya laut tak seluas cinta yang ku punya
Tak sedalam cinta yang ku rasa, cintaku satu untukmu
Tingginya langit tak setinggi kasih yang ku punya
Tak setinggi kasih yang ku rasa, cintaku satu untukmu
Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampu
Cintaku tanpamu ya sayang bagai malam tiada berlalu
Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampu
Cintaku tanpamu ya sayang bagai malam tiada berlalu
Janganlah, kau tanyakan besarnya cintaku
Ku persembahkan untukmu, hanya kepadamu
Luasnya laut tak seluas cinta yang ku punya
Tak sedalam cinta yang ku rasa, cintaku satu untukmu
Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampu
Cintaku tanpamu ya sayang, bagai malam tiada berlalu
Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampu
Cintaku tanpamu ya sayang, bagai malam tiada berlalu." bagian Kamil.
"Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampu
Cintaku tanpamu ya sayang bagai malam tiada berlalu." bagian Titah.
"Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampu
Cintaku tanpamu ya sayang, bagai malam tiada berlalu
Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampu
Cintaku tanpamu ya sayang, bagai malam tiada berlalu", bagian Kamil lagi.
Masih Di Taman Pesantren Darussalam..
"Gimana suka gak sama lagunya?" tanya Kamil.
"Suka.." jawab Titah.
"Berarti Kamil di maafin dong?"
"Di maafin gak yah.."
"Maafin ya, ku mohon.." kata Kamil yang memohon maaf pada Titah.
"Em, ada syaratnya." sambung Titah juga.
"Apa itu?"
"Ikut aku yuk." ajak Titah yang menggandeng tangan Kamil.
"Eh kemana?"
"Ada deh.."
"Assalamu'alaikum mas." Titah memberikan salam pada Rivan.
"Mil, berikan salam untuk mas Rivan ya." pinta Titah.